Kabupaten Maybrat
Menapak Masa Depan, Mengejar Ketertinggalan, Keluar dari Penindasan
Kabupaten Maybrat setelah ditetapkan sebagai salah satu kabupaten pemekaran di wilayah kepala burung setelah kabupaten Sorong Seatan memberikan angin segar bagi masyarakat yang berada di 6 distrik yang termasuk dalam wilayah kabupaten ini yakni distrik Aifat, Aifat Timur, Aifat Utara, Aifat Selatan, Ayamaru Utara, dan Mare.
Walaupun keputusan ini telah ditetapkan dan telah dilakukan kunjungan serta verifikasi lapangan oleh beberapa anggota DPR pusat dan didampingi pejabat provinsi Papua Barat namun beberapa konspirasi terus dilakukan oleh warga asli yang menempati 2 distrik yakni distrik Ayamaru dan Aitinyo. Sangat membingungkan dan terkesan terdapat unsur pemaksaan dari konspirasi yang diajukan. Aspirasi yang diajukan terkait konspirasi yang diajukan oleh warga distrik Ayamaru dan Aitinyo antara lain adalah ibu kota Maybrat ditempatkan di wilayah distrik Ayamaru. Walaupun dua distrik ini bukan merupakan bagian dari kabupaten Maybrat namun warga asli di 2 distrik ini tetap bersih keras agar aspirasinya dapat dilaksanakan.
Tanggapan dari masyarakat yang berasal dari 6 distrik yang termasuk kategori kabupaten Maybrat sudah jelas menolak masuknya 2 distrik yakni sebagai bagian dari kabupaten Maybrat . Sikap penolakan yang paling tampak adalah yang berasal dari warga masyarakat di distrik Aifat dan Aifat Timur kemudian penolakan lainnya adalah berasal dari warga masyarakat di distrik Ayamaru utara pada beberapa pertemuan yang diadakan di Sorong. Beberapa alasan prinsip dari penolakan 2 distrik yakni Ayamaru dan Aitinyo menjadi bagian dalam kabupaten Maybrat adalah ”luka lama” yang pernah dilakukan oleh warga masyarakat Ayamaru dan Aitinyo yang diketahui telah lama menjadi pejabat dan menduduki jajaran penting pada pemerintahan. Luka lama yang dimaksud disini adalah terkait dengan penindasan secara politik, ekonomi dan sosial budaya sebagai implikasi dalam impelementasi kebijakan pemerintahan.
Beberapa bukti nyata diantaranya yang telah dilakukan oleh pejabat bupati Kabupaten Sorong 1Dr.Ir. J P Wanane, SH. atau yang sering dikenal dengan ”Om Kumis”. Dalam kepemimpinan om kumis pelaksanaan kebijakan pemerintahan didasarkan atas politik tangan besi dan wilayah yang dulu merupakan bagian kabupaten sorong yakni wilayah Aifat merupakan daerah tertinggal dan seakan diabaikan dalam pelaksanaan pembangunan selama om kumis memimpin. Beberapa bukti lainnya adalah pembangunan jalan, jika kita melakukan perjalanan darat melalui 2 distrik ini terkesan pembangunan jalan lebih didahulukan untuk 2 distrik ini yakni Ayamaru dan Aitinyo yang seakan berjalan diatas kasur (”jalan kasur”) sementara distrik lainnya seperti Mare, Ayamaru utara dan Aifat, Aifat Timur dibiarkan merana dan jika melintas di daerah ini seakan berjalan diatas keluh kesa dan penderitaan.
Realita yang terjadi berbeda dengan konsep Maybrat yang selama dibangun bahwa Maybrat merupakan kumpulan suku A-3 yakni Ayamaru, Aitinyo dan Aifat. Melihat realita yang terjadi jelas terdapat kesenjangan baik itu secara sosial, ekonomi, keterlibatan dalam pemerintahan bahkan budaya diantara tiga suku ini. Konsep dasar Maybrat sejak awal harus dibangun diatas landasan sifat dan budaya asli orang Papua secara umum. Budaya kebersamaan yang selama ini diwujudkan dalam bentuk kain timur yang berperan sebagai pengikat hubungan sosial menjadi suatu pandangan yang bertolak belakang. Jika terdapat salah satu atau beberapa unsur budaya yang menjadi kesamaan antara beberapa suku, marga atau keret tentunya hal itu dapat menjadi suatu ikatan, yang terjadi bahkan sebaliknya. Hal ini sudah tentu bertentangan dengan pendapat Kelly Kambu pada media lokal radar sorong tanggal 24 Juni 2008, bahwa dari dulu sampai sekarang sesuai sejarah Maybrat terdiri dari tiga distrik besar yakni Ayamaru, Aitinyo dan Aifat. Kelly Kambu seharusnya meenyadari bahwa bukti sejarah apa yang menjadi dasar bahwa Ayamaru, Aitinyo dan Aifat adalah satu. Pada kenyataannya Maybrat sendiri merupakan paradigma yang dibangun atas pertimbangan dan terdapat unsur penipuan publik.
Kondisi ini tentunya meruntuhkan istilah Maybrat yang selama ini digunakan bahkan diketahui oleh kalangan umum yang bukan merupakan suku di wilayah kabupaten Sorong Selatan yang kini akan dimekarkan menjadi kabupaten Maybrat. Isitilah Maybrat yang selama ini digunakan juga terkesan digunakan sebagai isu politik untuk menarik simpatisan. Hal-hal yang perlu diperhatikan disini adalah latar belakang atau sejarah munculnya istilah maybrat seakan tiba-tiba tanpa didasari suatu landasan ilmiah yang jelas dan pasti jika dikaji secara antropologi. Secara umum masyarakat yang mendiami wilayah Aifat dan Aifat Timur menyatakan diri mereka adalah orang maybrat yang sesungguhnya dan masyarakat yang mendiami wilayah Ayamaru dan Aitinyo memiliki istilah tersendiri, hal lain juga didasarkan atas tapal batas dan nenek moyang yang menetapkan bahwa yang termasuk wilayah Maybrat adalah bertepatan batas sebelah timur Danau ayamaru sampai dengan daerah wilayah Aifat Timur.
Pelurusan sejarah perlu dilakukan guna menyingkapi sejarah budaya masyarakat Maybrat yang selama ini telah disalahgunakan. Beberapa sumber yang diperoleh dari kalangan akademis bahwa penetapan ini merupakan hasil penelitian namun belum jelas kapan penelitian itu dilakukan, berapa lama dan parameter serta metode analsis yang digunakan. Beberapa penelitian oleh kalangan akademis bahkan mahasiswa sekalipun perlu disimak kembali apa lagi terkait dengan istilah Maybrat. Beberapa informasi lain diperoleh bahwa istilah maybrat mulai pertama kali digunakan sejak penetapan pengurus Geraja Kristen Injil (GKI) pada tingkat klasis yang kemudian klasis GKI Maybrat ditetapkan sebagai klasis yang membawahi wilayah distrik ini, Ayamaru, Aitinyo, Aifat. Berbagai parameter perlu digunakan untuk menemukan kebenaran dari istilah Maybrat dan tentunya perlu dilakukan kajian untuk memperbaiki sejarah maybrat pada masa yang akan datang.
Saat ini yang perlu dilakukan adalah bagaimana menciptakan suasana yang kondusif demi kelancaran persiapan kabupaten Maybrat menjadi kabupaten yang defintif. Beberapa kalangan baik itu, masyarakat yang tidak mengerti akan pembangunan bahkan sama sekali tidak mengenyam pendidikan bahkan kelompok intelek yang secara analitis akademik memiliki predikat titel sarjana yang diragukan semua turun ke lapangan bersuara dan berpendapat. Hal ini merupakan gambaran dangkalnya pendidikan dan pengetahuan masyarakat intelek. Yang saat ini perlu kita lakukan adalah bagaimana membenahi diri secara utuh baik itu secara mental demi hubungan dengan Tuhan bahkan manusia.
Warga masyarakat asli Ayamaru dan Aitinyo harus mencari alasan lain selain alasan istilah Maybrat yang selama ini dibangun diatas penipuan publik. Hal ini berarti perlu ada kajian dan penelitian guna meninjau kembali istilah Maybrat. Untuk kelompok intelektual yang berkomentar pada beberapa media skala lokal, saat ini kita telah berada digerbang reformasi, semua memiliki hak untuk berpendapat, namun ingat ”jika mau usul jangan asal” gunakan kemampuan pola berpikir secara ilmiah.